Kokor Gola: Merawat Tradisi, Menyulam Ekonomi Keluarga

photo author
- Senin, 15 Agustus 2022 | 09:35 WIB
Proses di Pohon Enau untuk mendapatkan air atau cairan sebagai bahan baku dalam kegiatan Kokor Gola. (Foto: Dolfonsius)
Proses di Pohon Enau untuk mendapatkan air atau cairan sebagai bahan baku dalam kegiatan Kokor Gola. (Foto: Dolfonsius)

Proses mememarkan tongkol Enau ini disebut tewa. Tewa dilakukan  dengan cara memukul-mukul semua bagian tongkol mulai dari pangkal yang biasa disebut bangkul hingga bagian terjauh yang berbatasan dengan ujung atas tandan atau tangkai buah yang juga biasa disebut ndara.

Baca Juga: Kisah Sukses Zainal, Sarjana Tamatan ITS Pulang Kampung jadi Petani Holtikultura

Tewa menggunakan kayu khusus yang dipotong menyerupai pentungan pendek yang disebut pasi. Pasi lazim dibuat dari beberapa kayu yang secara lokal dikenal dengan nama ara dereng, pante, paha, labe, dan ngantol. Pemilihan kayu pasi ini terletak pada kejelian ata pante/kokor gola melihat bentuk dan warna buah enau dan juga tekstur tongkol.

Proses tewa di berbagai tempat memiliki beberapa perbedaan, terutama pada aspek teknik dan pengaturan waktu. Di wilayah Nawor, Desa Kombo Selatan, Kecamatan Pacar misalnya, ata pante/kokor gola melakukan tewa selama dua belas hari menggunakan enam pasi yang berbeda-beda dengan mengikuti pengaturan waktu tertentu.

Pengaturan waktu itu adalah: tewa di hari pertama berlangsung selama satu jam dengan menggunakan salah satu dari enam pasi yang telah ditentukan. Di hari kedua, tongkol Enau dibiarkan. Tewa baru dilanjutkan pada hari ketiga, dan menggunakan pasi yang berbeda. Pengaturan waktu ini terus berlanjut sampai keenam pasi dipakai sebanyak dua kali di dua hari yang berbeda.

Baca Juga: Frans Mon, Pengrajin Patung Berbahan Batu Kapur di Desa Wisata Cunca Wulang

Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan dalam proses tewa sejak hari pertama termasuk jeda adalah dua puluh empat hari.

Sebagian ata pante/kokor gola di Kampung Purek melakukan tewa dengan skema sebagai berikut: tewa dibagi kedalam dua fase. Pada fase awal, tewa dilakukan empat hari berturut-turut dengan durasi waktu satu jam dan menggunakan empat pasi yang berbeda-beda.

Setelah itu, tongkol Enau dibiarkan selama dua puluh empat jam. Tewa fase kedua baru dilanjutkan di hari keenam dan dilakukan selama kurang lebih satu minggu enam hari dengan menggunakan keempat pasi yang dipakai sejak fase awal secara bergantian.

Baca Juga: Humor, Penjudi Takut Mobil

Tahap berikut setelah tewa selesai adalah lekeng. Lekeng berarti membiarkan tongkol Enau tanpa disentuh sedikit pun dengan tujuan agar proses alami berupa pelunakan pada seluruh bagian dalam tongkol terjadi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses lekeng paling lama dua minggu. Tahap lekeng akan berakhir manakala tongkol sudah mulai mengeluarkan aroma nira.

Terhitung satu bulan lebih sejak hari pertama tewa sampai tahap lekeng selesai, barulah masuk pada proses lanjutan yang disebut soso. Soso adalah kegiatan mengupas kulit luar tongkol dengan menggunakan parang dan pahat. Namun sebelum soso benar-benar dilakukan, biasanya ata pante/kokor gola mengecek keadaan tongkol dengan cara menggigit buah enau yang terdapat pada tandan atau tangkai buah.

Soso akan dilakukan apabila bagian dalam buah yang digigit kering tanpa cairan. Bagian kulit tongkol yang dikupas pertama kali adalah bagian atas, kira-kira tiga sampai empat senti meter (cm) diukur dari ujung tongkol yang berbatasan dengan tandan atau tangkai buah.

Baca Juga: Mengenal Philip Mulryne, Pemain Manchester United yang Kini Jadi Pastor

Kulit tongkol tersebut dikupas sepanjang lima hingga enam centimeter dengan kedalaman sekitar dua sampai tiga centimeter. Berikutnya, bagian ujung depan tongkol yang telah dikupas, dipahat secara vertikal hingga mencapai setengah dari ukuran keseluruhan tongkol.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Servatinus Mammilianus

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Komodo: Antara Konservasi dan Ekonomi

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 07:58 WIB

Pornografi dan Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Jumat, 24 November 2023 | 22:43 WIB

Ketika Perempuan Enggan Terjun dalam Politik

Selasa, 6 Juni 2023 | 08:04 WIB

Sistem Proporsional Tertutup Ibarat Pasar Gelap

Minggu, 4 Juni 2023 | 19:12 WIB

Opini: Cegah Politik Uang

Sabtu, 3 Juni 2023 | 17:52 WIB

Patronasi Sepak Bola di Kabupaten Ngada NTT

Selasa, 31 Januari 2023 | 04:00 WIB

Beasiswa LPDP dan Ikhtiar Membangun SDM Lokal NTT

Senin, 5 Desember 2022 | 14:43 WIB

Qui Scribit, Bis Legit

Kamis, 22 September 2022 | 17:22 WIB

Terpopuler

X