Setelah proses mengupas kulit tongkol selesai, tahap selanjutnya adalah menutup bagian yang dikupas/dipahat itu dengan beberapa dedaunan yang biasa disebut eme. Umumnya jenis deduanan yang dijadikan sebagai eme secara lokal dikenal dengan nama haung/saung rangat, tempok dan kotok.
Dedaunan ini berfungsi untuk mengusir beberapa jenis serangga, cicak atau lipan. Dalam kepercayaan ata pante/kokor gola, jenis binatang ini bisa menyebabkan nira urung menetes jika mendekati bagian tongkol yang dikupas, dan dengan demikian penyadapan menjadi gagal total. Eme ditempelkan pada bagian yang terkupas, kemudian ditutup kembali dengan kulit luar tongkol yang tadi dikupas. Setelah itu, bagian tersebut dibungkus dengan ijuk halus dan dililit dengan tali.
Baca Juga: Agar Terhindar dari Penyakit, Berikut Beberapa Tips yang Anda Harus Perhatikan
Tahap selanjutnya ialah paking. Paking merupakan kegiatan di mana ata pante/kokor gola mengecek keadaan tongkol yang telah dikupas/dipahat untuk melihat apakah nira yang juga disebut minse/mince sudah mulai menetes. Pengecekan itu dilakukan dua kali dalam sehari.
Apabila nira masih belum menetes, maka yang dilakukan adalah memperpanjang pahatan awal ke arah belakang dengan ukuran setiap pahatan kira-kira setengah cm. Namun, jika nira sudah mulai menetes, maka pahatan-pahatan yang sebelumnya hanya sampai pada diameter tongkol, dibuat tembus hingga bagian bawah tongkol.
Pengandaiannya, jika tongkol dipahat hingga tembus, itu artinya nira sudah mulai menetes. Pada saat ini pula, gogong mulai digantung tepat di bawah lubang pahatan. Namun, sebelum digantung, gogong diisi dengan ramuan tradisional berupa kulit kayu yang dikenal dengan nama haju pak, yang berfungsi untuk mengencerkan dan membuat warna nira menjadi lebih bening. Menggantungkan gogong pada bagian tongkol yang telah berlubang ini sering disebut teong gogong.
Baca Juga: Meriahkan HUT RI, Pertandingan Sepak Bola dan Voli Gelar di Sano Nggoang
Sebutan untuk tahapan sejak teong gogong dilakukan adalah pante. Pante merupakan rutinitas mengambil gogong yang telah penuh dengan nira dan menggantikannya dengan yang baru. Rutinitas ini dilakukan setiap pagi dan sore hari. Yang cukup sulit dari tahapan pante adalah saat mengganti atau menggantungkan gogong baru pada bagian bawah tongkol yang berlubang.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, memperpanjang pahatan pada tongkol. Ini bermaksud agar nira terus menetes. Setiap kali pante, pahatan yang dilakukan biasanya sepanjang satu sampai dua cm. Kemudian, bagian yang telah dipahat tersebut dicuci menggunakan air bersih. Kedua, mencuci eme. Eme juga harus selalu dicuci setiap kali pante. Selain dicuci, eme harus diganti minimal tiga hari sekali dengan tujuan agar nira yang dihasilkan benar-benar berkualitas.
-------------------------------------------
Kini, Donatus menarik napas panjang lantas menghembusnya secara perlahan seakan berusaha mengingat kembali seluruh rangkaian proses panjang yang telah Ia lewati. Sejak dua hari yang lalu, Ia sudah mulai melakukan rutinitas pante. Ia berdiri tegak sejenak sebelum kemudian mencabut pahat tajam yang menempel ketat pada bagian luar sarung parangnya.
Baca Juga: Astaga, Ternyata Air Cucian Beras sangat Bermanfaat untuk Tanaman Pertanian
Ia menunduk dan mulai memahat tongkol Enau itu. Bagian tongkol yang terpahat seketika jatuh terurai ke tanah. Kemudian Ia mengambil gogong berisikan air bersih yang tadi dibawanya dari rumah, membuka segenggam ijuk halus lain yang biasa disebut sewa yang terletak pada mulut gogong, lalu dengan tangan sebelah kiri memegang gogong itu sambil menyandarkan bagian belakangnya pada paha kiri, dan dengan perlahan menumpahkan air bersih sambil tangan kanannya mengusap-usap bagian dalam tongkol.
Dengan cara yang sama Ia membersihkan eme dan juga ijuk halus yang dipakai untuk menutup tongkol. Setelah selesai, sekarang tangan kanannya dengan cekatan menutup lubang pada tongkol dengan eme hingga ujung dari sebagian dedaunan itu menjulur melewati batas bagian bawah tongkol. Donatus melanjutkan kesibukannya dengan menempatkan gogong yang kini kosong tepat di bawah bagian tongkol yang berlubang dan mengikat tali gogong pada tongkol.
Ia kemudian mengambil ramuan kulit haju pak dan meletakkan ramuan itu kedalam gogong lalu dengan cepat Ia membungkus tongkol enau serta sebagian mulut gogong dengan ijuk halus, lalu melilitkan sebuah tali di luarnya. Setelah dipastikan sempurna, Ia mengambil gogong berisi nira dan meletakkan talinya pada lekukan siku tangan kanan. Dengan hati-hati Ia perlahan turun dari enau. Jari kakinya seakan meraba ruas bambu agar mendarat tepat pada pangkalnya.
Artikel Terkait
Labuan Bajo Tempat Terbaik di Indonesia untuk Menikmati Sunset
Air di Sungai Besar ini Mengalir Lancar lalu Hilang di Satu Tempat
Astaga, Tiga Orang Manusia Berubah jadi Batu
Informasi Terbaru Testing Calon ASN dan PPPK di Mabar NTT
Profesor Asal Singapura Dalami Budaya Manggarai Setelah Keliling NTT
Makna Selek dalam Tradisi Budaya Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur
Etika Penyambutan Tamu Ala Tradisi Manggarai, Caca Selek, Tuak Reis dan Manuk Kapu