Tujuannya adalah Numu, sebuah kebun yang terletak kira-kira lima ratus meter di sebelah selatan rumahnya, tempat puluhan batang Pohon Enau tumbuh besar. Di kebun ini selama belasan tahun yang telah berlalu, dia menjemput mentari pagi dengan beragam harapan.
Perjalanan dari rumah menuju Numu ditempuh dalam waktu 30 menit. Tepat pada pukul 07.00 Wita dia berdiri persis di bawah Pohon Enau yang sudah biasa dia panjat satu bulan belakang. Dia menengadah melihat dengan penuh arti gogong yang digantungnya pada tongkol Enau sore hari sebelumnya. Di batang Enau sudah tertambat sebuah bambu yang panjangnya kira-kira lima meter.
Bambu tersebut dipakai Donatus sebagai tangga untuk naik sampai bagian tongkol pohon. Ia menghampiri lalu menggoyang-goyang bambu itu untuk memastikan bahwa tangga sederhana yang biasa disebut rede itu masih kuat.
Baca Juga: Pariwisata Labuan Bajo, Ini Catatan Penting Tokoh Nasional Rizal Ramli
Dulu, banyak ata pante/kokor gola yang mengalami nasib naas jatuh dari Pohon Enau karena tidak teliti mengecek rede. Konon, musuh ata pante/kokor gola biasa mendatangkan musibah dengan cara memotong rede pada ketinggian tertentu.
Donatus mulai naik perlahan dengan menginjakkan kaki pada pangkal bambu yang tersusun rapi di ruas kiri dan kanannya. Pada lekukan siku tangan kirinya tergantung gogong yang dibawanya dari rumah. Seakan tidak merasakan kesulitan, tidak butuh waktu lama bagi dirinya untuk terus naik hingga sampai pada tongkol Enau.
Pada bagian tongkol itu, telah diikat kuat beberapa kayu penyangga yang dipakai sebagai pijakan. Kakinya bertengger pada kayu itu, lalu dengan hati-hati mengambil gogong yang masih mengantung di lengan kirinya lalu diikat pada pelepah terdekat.
Baca Juga: Abdi Suardin : Pikiran Anda akan Meramal Masa Depan Karena Sukses Dimulai dari Cara Berpikir
Kemudian Ia memperhatikan gogong di depannya yang sudah penuh dengan nira. Lalu Ia berkonsentrasi melepas ikatan beserta penutup gogong tersebut dari tongkol. Tongkol Enau ini dalam bahasa lokal di sebut kelo. Setelah dilepas, Ia mengikat gogong tersebut dengan hati-hati pada pelepah terdekat lainnya.
-----------------------------------------------
Ada proses panjang yang dilewati sebelum sebuah tongkol Enau meneteskan nira hingga memenuhi sebuah gogong. Rangkaian proses tersebut sejak pertama kali dijalankan Donatus pada 01 Februari (2021) lalu.
Secara umum, proses tersebut dimulai dengan memperhatikan tandan bunga jantan enau pada tongkol yang masih muda. Bila sudah berwarna kehitam-hitaman, ata pante/kokor gola mulai menambatkan bambu atau kayu pada batang Enau yang nantinya dipakai sebagai tangga hingga mencapai tongkol tersebut.
Baca Juga: Ingin Menyaksikan Tradisi Penangkapan Ikan Paus, Silahkan Datang ke Lamalera Lembata
Proses menambatkan ini disebut rading. Rading bisa memakan waktu satu hari penuh dan melibatkan dua hingga tiga orang. Ini menjadi bagian yang sulit dari rangkaian kegiatan kokor gola, terutama jika enau yang hendak disadap berukuran tinggi dan besar. Rading menjadi kunci keselamatan ata pante/kokor gola saat naik-turun enau.
Setelah rading selesai, Enau tersebut selalu dilihat pagi dan sore hari. Setiap pagi dan sore tersebut ata pante/kokor gola memetik satu butir buah enau lalu digigit. Tujuannya adalah untuk mengecek apakah tongkol Enau sudah bisa dimemarkan atau belum. Bila buah yang digigit mengeluarkan cairan berwarna kekuningan, maka saat itu juga tongkol Enau mulai dimemarkan.