Baca Juga: Top, Bambu Asal Ngada NTT Didorong untuk Menjadi Bahan Baku Konstruksi di Seluruh Indonesia
***
Dulu seusai kuliah, dengan penuh semangat, Ayah Nino menenteng map berisi ijazah sarjana miliknya dari perusahaan ke perusahaan dan dari kantor ke kantor.
Tetapi semua upayanya tak membuahkan hasil. Sementara Nando teman sekampusnya sudah mendapatkan pekerjaan.
Ayah Nino ingat Nando sahabatnya. Mahasiswa tukang tidur di kelas. Dan setiap kali ujian selalu nyontek. Nilainya pun selalu anjlok.
Baca Juga: Merawat Emas Hijau, Animo Petani Manggarai Barat NTT Masih Lesu
Sahabat dia yang lain namanya Nandus. Mahasiswa abadi yang menghabiskan waktunya berorganisasi dan tampak bodoh.
Tetapi Nandus nasibnya beruntung karena diterima di salah satu kantor pemerintahan melalui jalur khusus, ata one (orang dalam).
Ayah Nino terpaksa banting stir dan bekerja sebagai buruh tani, jadi tukang batu, terkadang jadi tukang ojek dan menyadap tuak.
Baca Juga: Langkah Antisipasi Pariwisata Labuan Bajo Menghadapi Resesi Ekonomi 2023, Ada 2 Strategi Utama
Yang penting baginya ia bisa menyambung hidup istri dan anaknya. Dengan pendapatan seadanya sehari, ia hanya cukup membeli beras.
Pendapatan sehari yang hanya Rp.10.000 sampai Rp.20.000 tidak memungkinkan Ayah Nino membeli ikan untuk keluarganya.
Menjadi semakin sulit karena keluarga Nino juga tidak tercatat sebagai penerima bantuan sosial dari pemerintah.
Baca Juga: Hati Yang Rapuh, Puisi Fareliana Hardianti
Demi hidup keluarga kecilnya, ayah Nino gonta ganti pekerjaan. Sebab peluang kerja terbatas karena jumlah pekerja melimpah.
Artikel Terkait
Puisi-Puisi Helena Danur, Mahasiswi Universitas Flores-NTT
Ibu, Sebuah Puisi
Puisi Ista Meo, Aku Diam
Puisi Malam Minggu
Cemas Yang Nyata, Puisi Ista Meo
PUISI UNTUK PUISI
Sudahkah Kau Mencintaiku, Sebuah Puisi
Mencintai Dalam Diam, Puisi Fareliana Hardianti
Putus Asa, Sebuah Puisi
Hati Yang Rapuh, Puisi Fareliana Hardianti