Diam dalam rindu
Diam dalam belenggu
Diam dalam risau
Diam dalam luka
Aku diam,
Diam meratap kau yang liar dan bingar,
Aku gagap menangkap maksudmu
Lebih baik diam seperti air, batu, dan tanah yang tak pernah berkeluh-kesah.
Diamku telah beranak-pinak
Meregang menahan sendu,
Ada mata yang berkaca-kaca di celah diam yang terjaga,
Menyimpan sabar yang ingin lekat.
Baca Juga: Fery Adu: Kenaikan Harga Tiket ke Komodo dan Padar Diduga Politik Bisnis
Aku diam,
Bukan karena hatiku yang getas oleh remah-remah harapan yang luntur,
Tetapi hatiku terlalu banyak lembur untuk menunggu hatimu yang tak kunjung datang.
Aku diam,
Sampai subuh rekah, beranjak ke siang bolong dan kembali lagi pada malam pekat.
Aku akan tetap diam diantara rintikan hujan sekalipun.
Baca Juga: Labuan Bajo Trending Topik Twitter, Bahas Kunjungan Presiden dan Kenaikan Harga Tiket ke TNK
Puisi: SAJAK BIBIR
Setiap kali ada yang bertanya, mengapa bibirmu hambar?
Kau hanya terdiam sambil mengigit bibirmu yang pucat
Hampir saja bibirmu enggan beranjak dari kesendirian, barangkali dia tak suka keramaian laksana bar, lampu diskostik dan mabuk sejenak.
Bibirmu menangis kesakitan, hari-hari yang lambat, namun tak ada yang melihatnya
Kulihat bibirmu lari terbirit-birit, pergi dengan duka yang lebat
Lebih buruk dari kemarin
Tidak menemukan rumah bahkan melewati malam tanpa cahaya.
Matamu yang buta ataukah bibirmu yang terlalu malang?
Cukup bibir jangan yang lainnya,
Kuyup dan menggigil,
tak lagi rimbun, kering dan mati.
Biarkan yang lain berbuah sedangkan bibir hanya bayang-bayang.
Baca Juga: Ayu Aulia Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Dugaan Penganiayaan
By: Ista Meo, mahasiswi Unika Santo Paulus Ruteng, NTT