SUDAHKAH KAU MENCINTAIKU?
(Dalam Sajak Cunca Wulang)
Itu batu-batu besar dengan cinta yang utuh
Itu air mengalir dengan cinta yang tak pernah usai, pada kemarau sekalipun
Itu jembatan gantung, bukan untuk tangis yang gagap
Ada kita di sana, memulai percakapan-percakapan kecil
Bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan bikin gelisah
Sudahkah kau mencintaiku? Sebab itu yang paling inti dari kedatangan kita
Ini gila, aku diam-diam merobek baju kaosmu dan masuk dalam hatimu
Kau di mataku, tampan bukan kepalang
Aku ingin hanyut dalam ceritamu
Mencium lembut semesta dengan tenang dan tanpa banyak kekhwatiran.
Baca Juga: MATA SEGALA TANYA
Dari jendela kamar
Aku menjulurkan kepalaku
Menyusuri jejak kakimu,
Kau melangkah dengan pelan
Seakan tak ingin aku tahu bahwa kau diam-diam mengunjungi luka yang belum pulih
Sip, sadarkah kau, ada dahaga yang merindukan air?
Jangan saja malam menghampiri,
Hatiku ramai dengan rinai tangis
Ternyata aku masih merindukanmu.
Terkadang, aku bertanya kepada diriku, mengapa aku berada di setapak ini lagi? Bukankah setapak ini sudah kulewati?
Berpapasan dengan hari-hari yang bisu, yang telah lama lewat, tapi tak pergi-pergi
Aku yang gila ataukah cintamu yang terlalu membekas?
Baca Juga: PUISI UNTUK PUISI
PERIHAL HUJAN
Hujan seringkali menangisi dirinya sendiri,
Di tengah haru biru langit
Ia meneguk dirinya satu per satu
Mengenang lewat ingatan
Dari harapan untuk lupa saja, tak ada yang ia pendam,
Semuanya ia katakan dengan jujur,
Mendung ia buka dalam rintikan
Barangkali hujan tak sanggup lagi
Diantara jalan-jalan yang basah,
Ada makna lesu yang menyusup masuk isi kepala,
Sampai tiba pada malam
Semua belum selesai
Hanya saja raga perlu bercumbu dengan sang guling,
Sekian dulu perihal hujan.
Baca Juga: Cemas Yang Nyata, Puisi Ista Meo
Artikel Terkait
Puisi Malam Minggu
Cemas Yang Nyata, Puisi Ista Meo
PUISI UNTUK PUISI
MATA SEGALA TANYA