Baca Juga: Pentingnya Stimulasi Motorik Kasar Pada Anak Usia Dini Melalui Permainan
Sekarang Donatus telah menginjakkan kaki di tanah. Tidak berlama-lama, Ia mengambil sebilah bambu yang tadi dipakai untuk memikul gogong, menempatkan tali dari tahang itu pada ujung belakangnya, lalu dengan sedikit menjongkok meletakkan bambu tersebut pada bahu sebelah kiri. Kini Ia melangkah pulang saat waktu menunjukkan pukul 07.20 Wita dan sinar matahari terpancar sempurna.
Perjalanan yang akan Ia tempuh agak panjang, kira-kira delapan ratus meter, sebab pondok kecil yang dipakai untuk memasak nira terletak sekitar tiga ratus meter di sebelah utara rumahnya. Setiap pagi, Ia harus melewati rumah, saat berjalan melewati pondok. Pondok tersebut biasa disebut sari. Sejak dulu, banyak ata pante/kokor gola memilih untuk memasak nira di pondok ketimbang di rumah.
Donatus kini tiba di depan rumah. Ia singgah sebentar menenggak segelas air putih, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menuju pondok. Pondok tersebut berukuran 3 x 4 meter, dibuat dua setengah tahun lalu di atas lahan seluas dua puluh lima meter persegi. Sebagaian atap pondok terbuat dari ijuk, sebagiannya lagi dari daun rotan. Pada bagian barat pondok, terpampang hamparan sawah seluas ratusan hektare milik warga Purek.
Baca Juga: Goa Rangko Labuan Bajo, Pilihan Wisata Hemat Biaya
Sesampainya di pondok, Donatus langsung menyalakan api dan meletakkan kuali berukuran besar di atasnya. Kemudian, Ia menuang nira dari gogong ke dalam kuali tersebut.
Memasak nira biasanya memakan waktu 2 sampai 5 jam. Ukurannya tergantung seberapa banyak nira yang dimasak. Proses memasak ini membutuhkan ketelitian. Saat nira yang dimasak sudah mendidih dan warnanya sudah kemerah-merahan ata pante/kokor gola memasukkan sedikit kemiri atau kelapa yang telah dihaluskan.
Kelapa atau kemiri tersebut berfungsi untuk mengentalkan nira dan mencegah agar nira tidak meluap. Saat nira sudah mulai mengental ata pante/kokor gola mengaduk-aduk nira itu dengan menggunakan kayu. Jika telah berubah menjadi gula dan dianggap sudah matang, kuali diangkat keluar dari api.
Baca Juga: Curhat Wisatawan Asal Spanyol Enaknya Hidup di Indonesia, Bisa Bangun Rumah Sendiri
Selanjutnya adalah mengisi gula yang masih berbentuk cairan kental itu kedalam mal yang terbuat dari kayu. Mal ini biasa disebut galang. Gula dibiarkan di dalam mal kira-kira 15 hingga 20 menit. Jika sudah dianggap keras, barulah gula tersebut dikeluarkan dari mal.
Sekarang, Donatus mengeluarkan gula dari mal dengan cara memukul bagian belakang cetakan kayu itu. Ia telah bergumul dengan panas api selama dua jam dalam proses memasak nira sampai menjadi gula. Hari itu, delapan batang gula merah Ia hasilkan. Ia kemudian meletakkan gula tersebut ke dalam keranjang dan melangkah pulang sambil menenteng keranjang tersebut ke rumah.
-----------------------------------------
Kokor Gola, Kearifan Lokal dan Ekonomi
Jika ditilik secara luas, kokor gola memuat beberapa unsur sekaligus. Terkandung kearifan lokal di dalamnya terutama soal bagaimana orang Manggarai membangun relasi intens dengan alam.
Selain itu, kokor gola menjadi aktivitas ekonomi. Saat ini, satu batang gula merah dihargai Rp. 10.000. Mungkin belum sepadan dengan energi yang dikeluarkan sejak proses awal hingga menghasilkan sebongkah gula. Namun yang pasti ada juga orang-orang hebat yang lahir sebagai buah dari kokor gola.