Ketua Pemuda Manggarai Barat Bersatu (PMBB) Robertus Agustinus Taufan atau biasa disapa Obe Hormat, menegaskan bahwa pembangunan vila di Pulau Padar bisa merusak ekosistem, selain itu juga bisa membuat warga terpinggirkan.
KLIKLABUANBAJO.ID | Rencana pembangunan sarana dan prasarana termasuk 619 unit vila di Pulau Padar Labuan Bajo, mendapat tanggapan kritis dari Ketua PMBB Obe Hormat.
Selain merusak ekosistem dan terpinggirkannya warga, pembangunan itu kata dia bisa mengganggu mata pencaharian warga.
Baca Juga: Bus-Bus Pariwisata Menunggu BBM, Antrean Kendaraan 1 Km di Labuan Bajo
Dia menegaskan, investasi tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip konservasi.
"Orang-orang berminat ke Labuan Bajo itu karena keunikan alam Pulau Padar yang tidak terdapat di tempat lain, bukan datang untuk melihat bangunan mewah yang justru bertentangan dengan prinsip konservasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo," kata Obe, Jumat (22/8/2025).
Baca Juga: Terang Obor Mengawali Pembukaan Perayaan 150 Tahun SVD di Labuan Bajo
Dia menambahkan, pembangunan di Pulau Padar itu berpotensi mengarah pada praktik green capitalism.
"Ini dasar penolakan kami Ormas Pemuda Manggarai Barat Bersatu. Ekowisata dapat menjadi alat konservasi yang efektif tetapi jika tidak dikelola dengan baik, bisa bertransformasi menjadi green capitalism, di mana label ramah lingkungan hanya digunakan untuk mengeksploitasi sumber daya," kata Obe.
Baca Juga: Bule Asal 6 Negara Beli Sari Toga di Labuan Bajo Diproduksi Seorang Guru SMK
Pergeseran ecotourism menjadi green capitalism lanjut dia ditandai oleh pelanggaran zonasi dan daya dukung, seperti pembangunan yang meluas ke zona rimba atau zona inti.
"Di Pulau Padar, terjadi perubahan status dari zona inti dan zona rimba menjadi zona pemanfaatan wisata darat, ini sudah tidak betul dan patut di curigai," kata Obe.
Baca Juga: Momen Haru HUT RI, Lagu Indonesia Raya dan Tanah Airku Dinyanyikan Umat di Gereja
Perubahan ini lanjut dia dianggap sebagai taktik manipulatif yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan mengundang perhatian UNESCO karena tidak dilaporkan kepada lembaga PBB itu.
"Kenapa tidak bangun di luar kawasan Taman Nasional Komodo," kata Obe.***
Artikel Terkait
Servatinus Hadirkan Buku Ketiga Berjudul, Apa Kabar Labuan Bajo?
Ruas Jalan Nasional di Labuan Bajo Direndam Banjir Sudah Berulang Kali
Tren Pasaran Bambu di Flores Berpeluang Meningkat
Tidak Hanya Jumlah Kunjungan, Kualitas Turis ke Labuan Bajo juga jadi Perhatian
Pembangunan Sudamala Tented Resort Ruteng Mulai Akhir Tahun 2025 di Lahan Keuskupan
Bupati Hery Nabit: Bandara Ruteng Paling Unik di Indonesia
Sarpras di Kawasan Marina Labuan Bajo Minim Perhatian
169 Koperasi Merah Putih di Mabar Sudah Berbadan Hukum, Siap Ikut Pelatihan Pengurus dan Pengawas
Provinsi NTT Masih di Bawah Angka Standar Nasional Kepemilikan KTP Warga
Legenda Golo Mori Menemani Petang dengan Tari yang Manjakan Mata
Polemik Parkir di Labuan Bajo, Pengusaha Pariwisata Bongkar Hotel
Rokok dan Minuman Dimusnahkan di Labuan Bajo Bernilai Total Rp946.705.940
Dari Australia Pesawat Militer Angkatan Laut Amerika Transit di Labuan Bajo
Pasar Terapung di Labuan Bajo Miliki 5 Keunikan
Kerja Sama Pemanfaatan Puncak Pramuka Labuan Bajo, Pemenang Tender Sudah Ada
Suara Penolakan Pembangunan Vila di Padar Mulai Terdengar, Mantan Aktivis HMI: Harus Kaji Ulang
GBC Labuan Bajo Punya Amfiteater Mini untuk Pertunjukan Seni
1.345 Wisman Berkunjung ke GBC Labuan Bajo
Suara Danding Matim Melantun dalam Karnaval Budaya Festival Golo Koe Labuan Bajo