Etika Penyambutan Tamu Ala Tradisi Manggarai, Caca Selek, Tuak Reis dan Manuk Kapu

photo author
- Rabu, 27 Juli 2022 | 23:08 WIB
Tetua adat Cecer menyambut tamu asal Singapura Maribeth Erb bersama Alesandra 15 Juli 2022 di Kampung Cecer Labuan Bajo NTT (Feliks Janggu )
Tetua adat Cecer menyambut tamu asal Singapura Maribeth Erb bersama Alesandra 15 Juli 2022 di Kampung Cecer Labuan Bajo NTT (Feliks Janggu )

Tetamu yang datang akan menyampaikan terimakasih atas penyambutan yang ada, dan pertama-tama mereka akan menyapa para leluhur yang telah meninggal dunia. 

Baca Juga: Wisatawan Asal Ruteng Ini Kagum, Burung Masih Berkeliaran di Pekarangan Rumah Warga Cunca Wulang

Tujuannya, agar kehadiran mereka di rumah itu tidak dipertanyakan para leluhur (ata marep yang sale) atau ata toe Ita (roh yang tak kasat mata). 

Makna lain dari Caca Selek, selain bermakna biasa yakni mengganti pakaian resmi dengan pakaian biasa, juga bermakna melepaskan status seseorang. 

Jika tamu yang datang seorang bupati, maka saat Caca Selek, tuan rumah akan melepaskan atribut kekuasaan itu dan memberinya atribut baru sebagai bagian dari keluarga itu. 

Baca Juga: Informasi Terbaru Testing Calon ASN dan PPPK di Mabar NTT

Secara sosial komunal, biasanya ia mendapat gelar sebagai salah satu tetua adat di kampung itu. Ia bukan lagi seorang bupati, melainkan seorang tua adat. 

Pada 15 Juli 2022 lalu, dua wisatawan asing asal Singapura Maribeth Erb dan Alexandra diterima secara adat di kampung Cecer dalam sebuah keluarga. 

Status Maribeth dan Alexandra sebagai orang asing diganti sebagai Weta dan anak oleh tuan rumah, dan itu ditandai dengan manuk kapu. 

Baca Juga: Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Labuan Bajo Rp 3,7 Juta, Keuskupan Ruteng Nilai Saatnya Belum Tepat

Tuan rumah juga mendoakan melalui tuak reis, agar tuak itu dapat menghapus dahaga dua wisatawan yang mungkin dialami sepanjang perjalanan mereka. 

Tuak itu juga diyakni dapat mengusir dari tubuh dan jiwa tamu yang datang segala hal buruk yang mengikuti mereka. 

Sirih pinang yang disajikan dimakan, mengungkapkan rasa cinta, yang menyatukan rasa kedua belah pihak, tamu dan tuan rumah. 

Baca Juga: Terkait Buku PPKn Keliru Menjelaskan Konsep Trinitas, Kemendikbud Akui Kekeliruan dan Siap Direvisi

Hal itu simbolisasi dengan pinang dan sirih yang disuguhkan dan dimakan. Pinang dan sirih  ketika keduanya disatukan dalam mulut, akan melahirkan sensasi rasa pada lidah. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Feliks Janggu

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X