KLIKLABUANBAJO.ID - Sengketa tanah yang terjadi di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar) antara Yohanes Suherman (Penggugat) dengan Pemda Mabar (Tergugat Pertama) dan Ahli Waris Baco Pua Tima, Jainudin dan Majid (Tergugat II) terus berlanjut paska mediasi tidak menemukan kata tri.
Objek tanah yang disengketakan tersebut berlokasi di depan Dinas PKO, Jalan Sernaru, Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Masalah itu bermula ketika Yohanes Suherman menggunggat Pemda Mabar. Jainudin pun ikut menjadi pihak yang tergugat karena secara historis dan didukung oleh bebagai dokumen penting lain yang sah tanah tersebut merupakan peninggalan Baco Pua Tima (Ayah Jainudin dan Majid).
Baca Juga: Apakah Iman Katolik Tergerus Oleh Gema Suara Azan?
Berdasarkan informasi yang dihimpun KLIKLABUANBAJO.ID , para pihak yang bersengketa telah berkali-kali melakukan mediasi yang digelar di Pengandilan Negeri Labuan Bajo.
Mediasi pertama yang berlangsung pada 13 Maret 2023, Jainudin menantang Pemda Mabar untuk pelanggaran pelanggaran pelanggaran bagi pihak yang tiba - tiba menerima lahan pemampatan pada tahun 1993.
Mediasi kedua berlangsung pada senin (27/03/2023). Saat itu Pemda Mabar mengutus Wili Sambung.
Mediator harus menunda mediasi karena Pemda Mabar hadir tanpa membawa serta data-data terkait tanah yang sedang disengketakan.
Mediasi terakhir digelar di Pengadilan Negri (PN) Labuan Bajo pada 03/04/2023. Pihak Pemda Mabar (Tergugat Pertama) yang diwakili pihak Kejaksaan Negri Mabar selaku Pengacara Negara dan Asisten Satu Pemda Mabar, Hilarius Madin, SH., membacakan resume perkara dari Pemda selaku pihak Tergugat satu.
Hilarius menerangkan, "dalam resume yang kami sajikan dijelaskan;
Pertama , terkait objek sengketa. Objek pengajuan yang diperoleh Pemda berdasarkan pengajuan Dokumen P3d dari Pemerintah Manggarai ke Manggarai Barat tahun 2003.
Baca Juga: Kemeriahan Perayaan Misa Minggu Palma Umat Katolik Paroki Santo Yosef Mojokerto Jawa Timur
Kedua, masalah yang diajukan tersebut masih tercatat sebagai aset daerah dan belum dihapus.
Ketiga, adapun rekomendasi ataupun surat yang diterbitkan oleh Pemerintah terdahulu, sesungguhnya cacat prosedural atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, dimana mekanisme pengelolaan aset daerah atau pemindah tanganan barang daerah harus mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Permendagri nomor 152 tahun 2004, dimana pada pasal 39 dijelakan , 'pemindahtanganan barang daerah ditetapkan dengan keputusan bupati, setelah mendapatkan persetujuan DPRD. Tahapan ini tidak pernah dilakukan dalam kasus ini".Terangnya.