KLIKLABUANBAJO.ID -- Kami juga menimba dari khazanah Ajaran Sosial Gereja (ASG) prinsip-prinsip etis keterlibatan Gereja dalam mengembangkan pastoral ekonomi berkelanjutan (Ekonomi SAE).
Prinsip etis ekonomi berkelanjutan yang pertama adalah kesejahteraan umum (bonum commune), yakni “keseluruhan kondisi kehidupan kemasyarakatan, yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri.” (GS 26).
Kesejahteraan umum mengacu pada keserentakan pemenuhan kebutuhan dan hak-hak pribadi serta kondisi-kondisi sosial yang menjamin pemenuhan diri manusia, seperti perdamaian, demokrasi dan partisipasi, jaminan hukum, dan pengendalian kekuasaan negara (KASG 166).
Kedua, prinsip penghargaan terhadap martabat pribadi manusia. Manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah (imago Dei) (bdk. Kej. 1:26).
Dalam peristiwa inkarnasi, pribadi manusia mendapat fundamen kristologisnya karena, melalui peristiwa inkarnasi Yesus Kristus; Allah menjadi manusia, menyucikan, dan menebusnya (GS 22).
Demikian pula ekonomi harus melayani manusia karena “manusialah yang menjadi pencipta, pusat, dan tujuan seluruh kehidupan sosial ekonomi” (GS 63). Namun, manusia bukan hanya objek ekonomi, tetapi dia juga subjek ekonomi.
Baca Juga: Konteks Pastoral Ekonomi Berkelanjutan Keuskupan Ruteng 2023, Sejahtera, Adil, dan Ekologis
Ekonomi mesti menjadi ruang aktualisasi diri manusia. Ia mesti terlibat aktif, inovatif, dan kreatif dalam mengelola perekonomian.
Yang ketiga adalah keberpihakan kepada orang miskin. Opsi Gereja terhadap orang miskin dan menderita terletak dalam diri Kristus yang telah mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang miskin dan sengsara.
Tindakan berbelarasa terhadap mereka berarti pula berbelarasa terhadap Kristus sendiri (Mat. 25:40.45). Opsi ini merupakan perwujudan nyata kasih Kristiani dan harus menjadi pilihan hidup seorang murid Kristus.
Baca Juga: Evaluasi Pastoral Pariwisata Holistik 2022 Gereja Katolik Keuskupan Ruteng
Opsi ini berlaku untuk kewajiban sosial, gaya hidup, serta penggunaan harta milik (SRS 42). Opsi ini juga yang menjadi dasar sekaligus perwujudan seluruh karya pastoral karitatif dan sosial ekonomi Gereja dan berlaku baik dalam situasi kemiskinan material maupun dalam pelbagai bentuk kemiskinan kultural dan religius (KGK 2444).
Kaum miskin adalah korban penderitaan. Merekalah yang harus menjadi titik tolak dan titik tuju pengembangan ekonomi, dan bukannya pertumbuhan produksi dan keuntungan.
Artikel Terkait
Festival Golo Koe, Vikjen Keuskupan Ruteng Kunjungi Pondok Pesantren Nurul Fatah Mburak
Pelantikan PUKAT Keuskupan Ruteng dan Labuan Bajo Berlangsung di Labuan Squere
Antusiasme Umat Katolik Keuskupan Ruteng Ikuti Prosesi Patung Maria Asumpta Nusantara di Labuan Bajo
Naskah Lengkap Sambutan MGR Siprianus Hormat Pr Pada Pembukaan Sidang Pastoral Gereja Keuskupan Ruteng 2023
Tahun Pastoral 2023 Keuskupan Ruteng Fokus Pada Pastoral Ekonomi Berkelanjutan, Sejahtera, Adil dan Ekologis
Hari Kedua Sidang Pastoral Gereja Keuskupan Ruteng 2023 Hadirkan Empat Pembicara Berlatar Aneka Profesi
Pengantar Dokumen Hasil Sidang Pastoral Post Natal Gereja Katolik Keuskupan Ruteng Tahun 2023
Evaluasi Pastoral Pariwisata Holistik 2022 Gereja Katolik Keuskupan Ruteng
Konteks Pastoral Ekonomi Berkelanjutan Keuskupan Ruteng 2023, Sejahtera, Adil, dan Ekologis
Dasar Biblis-Teologis Tahun Pastoral Ekonomi Berkelanjutan 2023 Keuskupan Ruteng, Sejahtera, Adil dan Ekologis