KLIKLABUANBAJO.ID -- Kenaikan harga tiket Rp3,75 juta masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menuai pro dan kontra.
Rabu, (3/8/2022), Organisasi Masyarakat (Ormas) Perkumpulan Alumni Marga Siswa Republik Indonesia (PATRIA) PMKRI mendiskusikan hal itu secara Virtual.
Melalui rilis DPP PATRIA yang diterima media ini, ada beberapa tawaran solusi yang disampaikan peserta diskusi.
"Bila pemerintah berkepentingan untuk konservasi TNK, maka solusi yang tepatnya dengan sistem kuota setiap tahunnya, artinya wisatawan bisa mengisi kuota tersebut sesuai kepentingan konservasi," kata Ketua Umum DPP PATRIA, Agustinus Tamo Mbapa.
Baca Juga : Penilaian WALHI NTT 42 Tahun KLHK Kelola Taman Nasional Komodo, Konservasi Gagal Total
Untuk itu kata Gustaf, pemerintah tidak perlu menaikan harga tiket hingga 3,75 juta yang justru berdampak buruk terhadap pelaku pariwisata di Manggarai Barat (Mabar).
Lebih lanjut Mantan Ketua Umum Pemuda Katolik ini mengatakan,
"Pemerintah harus mencabut keputusan kenaikan harga tiket tersebut dan harus mendengar berbagai masukan publik khususnya para pelaku pariwisata," tegas Gustaf.
Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Zony Libing, pada diskusi virtual malam itu menjelaskan alasan menaikkan harga tiket di TNK berdasarkan kajian dan masukan dari Pemerintah Provinsi NTT, dikarenakan mulai berkurangnya nilai ekosistem konservasi di Taman Nasional Komodo. Pegiat konservasi merasa perlu mengambil tindakan agar Komodo sebagai satwa yang dilindungi tidak punah, dan terjaga populasinya serta habitatnya dilindungi.
Baca Juga : Dukungan WALHI NTT kepada Masyarakat Komodo untuk Terus Perjuangkan Keadilan
"Hasil kajian yang dilakukan IPB, Udayana perlu dibatasi kunjungan menjadi 219 ribu di Pulau Komodo dan 319 ribu di Pulau Padar. Perlu kontribusi dari wisatawan untuk mendapatkan sumber pendanaan yang setelah dihitung dengan nilai 2.5-5 juta akhirnya disepakati jalan tengah 3,75 juta diperuntukkan untuk biaya konservasi, biaya pembangunan infrastruktur kesehatan," jelas Zony.
Sementara pelaku wisata Labuan Bajo, Stanislaus Stan mengatakan, solusi yang ditawarkan pemerintah untuk berwisata terjangkau ke Pulau Rinca blunder, karena belum dibukanya Pulau Rinca bagi destinasi wisata. “Turis saya bawa kemana?”. Stanislaus juga mengatakan bahwa kesepakatan yang telah dibuat pemerintah tidak bisa dianggap mewakili semua pelaku wisata. Faktanya, masih banyak yang tidak setuju dengan kebijakan ini.
Menurut Stanis, pelaku pariwisata pada dasarnya menolak kebijakan kenaikan tarif ke Komodo, Padar dan Pink Beach. Kesepakatan 24 orang yang mewakili asosiasi masing-masing tentang aksi mogok itu tidak merepresentasi seluruh para pelaku pariwisata, sehingga pernyataan para perwakilan 24 asosiasi yang mengatakan setuju dan mendukung kebijakan ini sama sekali tidak merepresentasi seluruh suara-suara dan sikap semua anggota di masing-masing asosiasi.
Artikel Terkait
Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Labuan Bajo Rp 3,7 Juta, Keuskupan Ruteng Nilai Saatnya Belum Tepat
Gereja Keuskupan Ruteng Gelar Festival di Labuan Bajo NTT, Waterfront Marina Jadi Pusat Pameran Kerajinan
Demonstrasi Tolak Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Rp 3,75 Juta di Labuan Bajo Kepung Hotel Local Collection
Ini Daftar 6 Event Utama Festival Golo Koe Labuan Bajo
Berikut Beberapa Pentas Seni di Festival Golo Koe Labuan Bajo
Aksi Mogok Layanan Wisata di Labuan Bajo Buntut Kebijakan Harga Tiket
Andre Garu Ingatkan, Polemik Harga Tiket di Labuan Bajo Bisa Merugikan Pariwisata Indonesia
Hari Pertama Harga Tiket Naik ke Komodo, ini yang Berbeda di Labuan Bajo dari Biasanya
Pelaku Wisata Labuan Bajo Ditangkap saat Kegiatan Pungut Sampah, Berikut Penjelasan Polres Mabar
Potensi Kerugian Akibat Aksi Mogok Pelaku Pariwisata Labuan Bajo dan Tawaran Solusi untuk Mengatasinya
Berikut Suasana Hari Kedua Mogok Layanan Wisata di Labuan Bajo
Demonstrasi di Labuan Bajo Dibubar Paksa, Foto dan Video Dihapus
Sejumlah Pelaku Wisata Labuan Bajo Ditahan Polisi, Ini Komentar Benny Harman