Oleh: Mariani Lembu Nai (Mahasiswa Fakultas Keguruan Prodi PGSD
Universitas Katolik Indonesia Santo Paulus Ruteng).
Belis sangat lekat dengan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), termasuk Manggarai. Di Indonesia sebenarnya belis merupakan tradisi yang relatif umum, yakni pemberian mas kawin kepada pihak pengantin wanita.
Masyarakat Manggarai memaknai belis sebagai bentuk penghargaan atau penghormatan dari kaum lelaki terhadap kaum wanita. Selain dipandang sebagai tradisi yang memiliki nilai luhur, belis juga dianggap sebagai syarat utama dalam proses perkawinan adat sakral calon mempelai laki-laki dan perempuan.
Kata "belis" dalam budaya Manggarai tidak bisa dipisahkan dari ritual adat (sakral) dalam proses perkawinan, selain konsep pernikahan yang diatur dalam agama.
Dalam budaya Manggarai menganut sistem budaya patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah), maka barang atau mas kawin adalah salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap keluarga kaum perempuan.
Belis dapat disimpulkan sebagai sebuah acara yang bermaksud membudayakan penghargaan terhadap perempuan dan perkawinan itu sendiri.
Pada era 1990-an, belis berupa hewan dan tanah. Namun seiring berjalannya waktu, belis tidak hanya ditekankan pada tanah dan juga hewan tetapi juga uang tunai serta jenis barang lainnya yang memiliki nilai.
Hal ini menyebabkan adanya pergeseran atau perubahan makna belis yang dulunya dimaknai sebagai bentuk penghormatan kepada kaum perempuan, saat ini terkesan lebih mengarah pada masalah "gengsi" sehingga harus menyiapkan uang banyak.
Hal ini bisa menjadi momok yang cukup menakutkan khususnya bagi kaum laki-laki yang ingin menikah.