KLIKLABUANBAJO.ID -- Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dengan presentase produksi 6,6% dari produkai kopi dunia dengan perkiraan luas lahan perkebunan kopi mencapai 1,3 juta hektar.
Sekitar 300 jenis kopi tersebar di seluruh Indonesia, baik jenis Robusta, Kopi Arabika, dan bahkan dikenal juga dengan Kopi Liberika seperti yang ada di Jambi dan Meranti yang sudah terdaftar di Indonesia sebagai Indikasi Geografis.
Bahkan sampai saat ini baru 22 jenis kopi Indonesia yang terdaftar sebagai Indikasi Geografis.
Baca Juga: Bacaan Kitab Suci dan Renungan Katolik Minggu 12 Februari 2023
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan ( Pasal 1 ayat 6 UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis).
Meraih sertifikat Indikasi Geografis (IG) butuh kolaborasi dan kerjasama dari petani, pemerintah, dan pihak terkait yang kompeten seperti Pusat Penelitian serta pihak stakeholder lainnya .
Pada tahun 2004 Dinas Perkebunan Provinsi NTT, Pemda Ngada dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember mulai melakukan intervensi untuk perbaikan mutu kopi di dataran tinggi Kabupaten Ngada.
Baca Juga: Bacaan Kitab Suci dan Renungan Katolik Sabtu 11 Februari 2023
Puslitkoka merupakan salah satu dari lembaga penelitian di Indonesia yang berada bawah naungan PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang merupakan transformasi dari Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) yang mendapat mandat untuk melakukan penelitian dan pengembangan untuk komoditas kopi dan kakao, mulai dari bahan tanam, budidaya, perlakuan pascapanen sampai dengan pengolahan produk.
Hasil dari intervensi tersebut sukses mempromosikan Arabika Flores Bajawa (AFB) menjadi Kopi Specialty yakni kopi yang memiliki grade tertinggi saat melalui proses green grading yakni Grade 1 dengan nilai cupping di atas 80.
Artinya, kopi tersebut memiliki kecacatan yang sangat minimum. Atau tidak ada cacat primer dan 0-3 cacat sekunder.
Baca Juga: Jalan Utama ke Wae Jare Tertutup Longsoran, Desa Terpencil di Mbeliling itu Tambah Terisolir
Sementara itu wadah stakeholder kopi di Ngada yang telah berhasil mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis Kopi Arabika Flores Bajawa (KAFB) dari pemerintah disebut Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG).
Rikardus Nuga, Ketua MPIG memberi penegasan bahwa “ Ketika bicara reputasi kopi AFB kita harus memotret tentang ekosistim kopi itu sendiri. Artinya perlu refleksi tentang tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur yang ada didalam MPIG baik pemerintah, petani, UPH, dan UKM serta stakeholder lainnya”.
Artikel Terkait
Pesona Warisan Megalitik Kampung Adat Bena di Ngada NTT yang Wajib Dikunjungi
Kekaguman Wisatawan, Sejuk dan Bersihnya Kampung Adat Bena di Ngada NTT
Komodo yang Ada di Riung Ngada NTT Belum Jadi Daya Tarik Utama bagi Para Wisatawan
Wisata Diving di Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau Riung Ngada NTT
Bukan Hanya Taman Nasional Komodo, Wisatawan Dapat Melihat Hewan Purba Komodo di Riung Ngada
Kisah Santy Padjo, Mahasiswi asal Ngada Baru Pertama Kali Ikut Marathon 42 Km Namun Berhasil Meraih Juara 2
Mantan Bupati Ngada Marianus Sae Hirup Udara Bebas
Top, Bambu Asal Ngada NTT Didorong untuk Menjadi Bahan Baku Konstruksi di Seluruh Indonesia
Patronasi Sepak Bola di Kabupaten Ngada NTT
Ketua MPIG Rikardus Nuga Sesalkan Pemda Ngada Lebih Wellcome Terhadap Investor Kopi dari Luar