Tetangga yang baik hati itu mengambil sepotong kayu dari tungku api yang masih ada bara apinya, diikat pada ekor anjing tadi.
Selanjutnya seekor anjing itu diarahkan dengan cara diusir secara halus agar segera ke rumah pemiliknya.
Sebatang kayu pendek yang ada bara apinya, telah diikat pada ekor anjing. Anjing setia itu seakan mengerti, dia bergegas pergi kembali ke rumah pemiliknya.
Pada saat yang sama ada beberapa orang petani yang melintas di depan rumah, mereka kaget dan berteriak spontan cukup keras sambil mengusir anjing agar tidak mendekat.
Membuat anjing tadi terus berlari dan tidak masuk ke rumah pemiliknya tetapi ke arah kampung kecil di sebelah bukit.
Warga di kampung kecil itu juga kaget tetapi banyak juga yang merasa lucu lalu tertawa terbahak-bahak.
Bunyi petir semakin menjadi-jadi, hujan juga semakin deras.
Dari puncak bukit, sedikit demi sedikit butiran tanah berlumpur mulai tergerus ke arah kampung. Makin lama makin banyak dan terjadilah longsor yang dahsyat. Tanah, bebatuan, dan air dari puncak bukit menutupi kampung itu.
Sebagian besar warga tidak bisa menyelamatkan diri. Salah satu keluarga yang tadi memberikan bara api. Mereka berlari meluputkan diri. Mereka terdiri dari sepasang suami isteri dan bayi. Si isteri menggendong bayinya serta membawa wadah kecil yang dianyam.
Mereka berlari hingga jarak yang cukup jauh.
Tibalah mereka pada sebuah puncak bukit kecil bernama Golo Mboa. Mereka berhenti karena terlalu lelah.
Baca Juga: Padang Terindah di NTT, Menyatu dengan View Pantai dan Keberadaan Banyak Kuda yang Memanjakan Mata
Suasana sangat gelap menakutkan, sudah malam. Namun demi menyelamatkan diri dan keluarga dari amukan alam, rasa takut mampu mereka abaikan. Mereka bertahan di tempat itu hingga pagi.
Pagi itu gerimis. Pasangan suami isteri ingin mengetahui bagaimana keadaan rumah yang mereka tinggalkan. Mereka mencari tau arah di mana kampung mereka berada. Bayi masih dalam dekapan sang ibu.