Warga di kampung kecil itu juga kaget tetapi banyak juga yang merasa lucu lalu tertawa terbahak-bahak.
Bunyi petir semakin menjadi-jadi, hujan juga semakin deras.
Dari puncak bukit, sedikit demi sedikit butiran tanah berlumpur mulai tergerus ke arah kampung. Makin lama makin banyak dan terjadilah longsor yang dahsyat. Tanah, bebatuan, dan air dari puncak bukit menutupi kampung itu.
Sebagian besar warga tidak bisa menyelamatkan diri. Kecuali satu keluarga yang tadi memberikan bara api. Mereka berlari meluputkan diri. Mereka terdiri dari sepasang suami isteri dan bayi. Si isteri menggendong bayinya serta membawa wadah kecil yang dianyam menyerupai karung kecil.
Sang isteri di depan dan suaminya mengikuti dari belakang, mereka berlari hingga jauh.
Tibalah mereka pada sebuah puncak bukit kecil bernama Golo Mboa. Mereka berhenti karena terlalu lelah.
Baca Juga: Kisah Asmara Napoleon Bonaparte, Menikahi Seorang Janda dan Menjalin Asmara dengan Beberapa Wanita
Suasana sangat gelap menakutkan, sudah malam. Namun demi menyelamatkan diri dan keluarga dari amukan alam, rasa takut mampu mereka abaikan. Mereka bertahan di tempat itu hingga pagi.
Pagi itu gerimis. Pasangan suami isteri ingin mengetahui bagaimana keadaan rumah yang mereka tinggalkan. Mereka mencari tau arah di mana kampung mereka berada. Bayi masih dalam dekapan sang ibu.
Sang suami terus mencari tau dari atas bukit itu, di mana letak kampung mereka.
Dan akhirnya pasangan suami isteri itu berhasil melihat kampung mereka walaupun dari kejauhan.
Saat mereka menatap kampungnya, pada saat yang sama itu mereka langsung berubah jadi batu.
Ayah, ibu, dan anak mereka serta barang bawaan mereka semuanya berubah jadi batu.
Ini hanyalah cerita yang dituturkan turun temurun tentang kisah di balik nama Kampung Watu Ata.
Mari bersama jadikan Watu Ata sebagai spot wisata.***